Terletak di ujung barat Pulau Kalimantan dan berbatasan langsung dengan Malaysia, Pontianak memiliki daya tarik unik yang mencerminkan budaya, sejarah, dan keindahan alamnya.

Ini membuat Pontianak casino terpercaya menjadi salah satu tempat yang istimewa di dunia di mana matahari tepat di atas kepala dua kali dalam setahun, yakni pada tanggal 21 Maret dan 21 September.
Sebagai kota yang berada di garis khatulistiwa, Pontianak memiliki Equator Monument yang menjadi salah satu daya tarik utama.
Monumen ini menjadi tempat wisata yang populer bagi wisatawan yang ingin berfoto di dua belahan bumi sekaligus.
Nama “Pontianak” memiliki asal-usul yang menarik. Konon, nama ini berasal dari bahasa Melayu, di mana “pontianak” merujuk pada makhluk halus dalam mitologi Melayu.
Namun, jangan khawatir, kota Pontianak jauh dari cerita horor dan justru menawarkan keramahan penduduknya.
4. Sungai Kapuas
Sungai Kapuas, sungai terpanjang di Indonesia, mengalir melalui kota Pontianak.
Sungai ini menjadi arteri penting dalam aktivitas ekonomi dan transportasi di kawasan ini. Wisatawan dapat menikmati perjalanan sungai yang indah dan mengagumkan.
Kabupaten Ketapang memiliki garis pantai yang memanjang dari utara ke selatan. Kondisi geografis tersebut membuat Ketapang memiliki sejumlah pantai dengan daya tarik tersendiri untuk di kunjungi. Pantai-pantai di Ketapang cukup indah dan mudah dijangkau. Di antaranya Pantai Sungai Jawi, Pantai Tanjung Batu. Kemudian Pantai Pagar Mentimun, Pantai Air Mata Permai, hingga Pantai Tanjung Belandang.
Selain pantai, tempat wisata di Ketapang juga ada yang berupa tugu seperti Tugu Ale-ale dan Tugu Tolak Bala. Selain itu, saat berada di Ketapang, masyarakat juga bisa mengunjungi Keraton Matan Tanjungpura. Keraton ini dahulu merupakan kesultanan, dan sekarang dipimpin oleh Raja PRK Haji Gusti Kamboja. Lokasi Keraton Matan Tanjungpura sendiri ebrada di Kelurahan Mulia Kerta KetPang dan menghadap langsung ke Sungai Pawan.
Keberagaman dan toleransi menjadi ciri khas yang tidak bisa dipisahkan dari Kota Singkawang. Kota ini terdiri dari beragam etnis dan kepercayaan. Namun demikian, masyarakatnya hidup rukun dan penuh toleransi. Penduduk mayoritas Kota Singkawang adalah Tionghoa, Dayak, dan Melayu, sehingga dikenal dengan singkatan Tidayu. Ketiga suku tersebut, bersama dengan etnis dan kepercayaan yang mereka anut, hidup berdampingan secara rukun dan damai.
Bukti toleransi di Singkawang berupa penghargaan Kota Paling Toleran di Indonesia tahun 2018 dari Setara Institute. Selain itu, Singkawang juga menjadi kota dengan kepala daerah perempuan Tionghoa pertama di Indonesia yang bernama Tjhai Chui Mie. Tjhai Chui Mie menerima kembali penghargaan Singkawang sebagai Kota Tertoleran di tahun 2020. Selain itu, Singkawang menerima Anugerah Kebudayaan PWI pada puncak Peringatan Hari Pers Nasional pada tanggal 9 Februari 2021 lalu. Berbagai tradisi tahunan khas Tionghoa pun diselenggarakan, seperti Cap Go Meh, Imlek, dan Ceng Beng, bahkan Pawai Tatung.
Kerukunan Umat Beragama Kota Singkawang memiliki kerukunan antar-umat beragama yang sangat tinggi. Penduduknya mayoritas Melayu, Tionghoa, dan Dayak. Ketika perayaan Cap Go Meh, masyarakat yang menyaksikan pertunjukan tersebut pun tidak hanya masyarakat Tionghoa saja, akan tetapi dari berbagai suku dan agama lainnya juga turut menyaksikan. Begitu pula saat perayaan agama lain, seperti menjelang Lebaran, penduduk lain yang non muslim pun ikut memeriahkan acara. Akulturasi budaya di kota ini sangat kental dengan sikap saling menghormati satu sama lain yang tetap terjaga.
Orang-orang Tionghoa kemudian menyebut daerah itu dengan istilah San Keuw Jong, karena daerahnya yang berbatasan langsung dengan Laut Natuna, serta memiliki sungai dan pegunungan. Desa Singkawang terus mengalami perkembangan pesat dari waktu ke waktu. Pada tahun 1959, Desa Singkawang ditetapkan sebagai bagian dan ibu kota Kabupaten Sambas dengan status Kecamatan Singkawang. Kemudian pada tahun 1981, Kecamatan Singkawang berubah menjadi Kota Administratif Singkawang. Tujuan perubahan menjadi kota administratif supaya ada peningkatan pelayanan pemerintahan.
Kota Administratif Singkawang lantas diusulkan menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II pada tahun 1999. Namun usulan itu belum diterima oleh Pemerintah Pusat. Masyarakat Singkawang pun tidak patah semangat. Mereka kembali mengusulkan pembentukan Kotamadya Tingkat II untuk Kota Singkawang. Baru kemudian pada tanggal 17 Oktober 2001, Singkawang resmi menjadi Kotamadya Tingkat II. Pembentukan ini mengacu pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Singkawang.